Tuesday, August 8, 2023

REALITI- IMPIAN, HARAPAN DAN CITA-CITA



Impian, harapan dan cita-cita?

Hmm, rasanya semua itu sudah berubah maknanya bagi diri saya.

Melewati fasa-fasa kehidupan melebihi setengah abad membezakan bagaimana saya memaknai kehidupan sekarang.

Mempunyai keluarga sendiri adalah satu impian suci saya. Kebahagiaan membina keluarga bersama suami dan anak-anak adalah kebahagiaan yang dicari. 

Menilai kehidupan saya masa kecil dan mengimpikan kelainan yang saya rasai betul dan berazam mendidik anak-anak dengan cara saya.

Ahh, impian seorang wanita yang melewati usia mendefinisikan bahagia dengan membina “the perfect picture”.

Impian suci yang kelihatan mulia itu saya usahakan tanpa saya sedari yang saya katakan niat kerana Allah SWT itu sudah dicemari dengan banyak kelalaian dan tumpuan Tuhan-Tuhan selain Allah.

Ketika mengharapkan Tuhan-Tuhan lain itu, saya jadi isteri dan ibu yang lelah, sering tersinggung, banyak kecewa, resah,  gelisah, sering sakit hati, membandingkan kehidupan dengan orang lain, bersaing dalam mendapatkan duniawi, ujub, iri dan lain-lain yang sejenisnya.

Terkadang impian membina keluarga bahagia itu semakin menduga, semakin menjauh untuk digapai. Jikalau pun bisa digapai, prosesnya melelahkan, tidak ada keberkatan dan kenikmatan.

Sampai akhirnya kesedaran kendiri itu hadir, seringkali dihadirkan dalam bentuk kepahitan, kesakitan, kepayahan, kesempitan, atau bentuk lain yang tidak enak rasanya.
.
.
Seperti kata Imam Syafii

“Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang, 
maka Allah timpakan atasmu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahawa Allah mencemburi hati yang berharap selain Dia. 
Maka Allah menghalangimu 
dari perkara tersebut agar kamu kembali 
berharap kepadaNya.”

Ada satu cita-cita yang akan membuatkan segalanya menjadi ringan, indah, bahagia dan berkat.

Cita-cita yang membingkai segala impian dan harapan.

Cita-cita itu adalah keredhaanNya. 

Cita-cita untuk menjadi hamba yang diredhai. Hamba dalam segala keadaan dan posisi.

Maka jika seperti itu, sudah tidak ada lagi persaingan mengalahkan orang lain dan menjadi yang terbaik, melainkan berusaha, bersinergi dalam proses membina keluarga dan menjayakan anak menjadi orang yang memberi sebesar-besar manfaat kepada siapapun.

Jika keredhaanNya yang dicita-citakan maka hilanglah perasaan selalu merasa tidak cukup, melainkan timbul kesedaran untuk memurnikan niat, berikhtiar menyempurnakan langkah, lalu memasrahkan hasilnya.

Impian dan harapan layaknya sebuah doa, meminta dan mengusahakannya adalah sebuah kebaikan, namun dikabulkan atau tidak--terhasil atau tidak-- Dialah Yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk hambaNya.

Jika yang dicita-citakan adalah redhaNya, maka mudah pula kita memiliki hati yang redha terhadap apa sahaja kejadian, takdir dan semua yang menjadi ketetapanNya.

Ketika keredhaanNya yang dicita-citakan, segala impian dan harapan semakin mendekat dalam genggaman. Ya, cukup yang dalam gengaman, ternikmati dalam keberkatan dan kedamaian.

Allahu 'Alam.

No comments: